Hentikan: Self-Harm Berujung Self-Reward!


Pernahkah Anda menyakiti diri sendiri? Atau pernahkah Anda mendengar teman Anda melakukan hal itu? Tindakan yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri tanpa bermaksud untuk melakukan bunuh diri disebut self-harm

Jika selama ini Anda melakukan self harm, sudah saatnya Anda berhenti sekarang juga. Kenapa? Karena self harm selain merusak diri secara fisik, juga "menipu" cara berpikir Anda secara otomatis.

Katakanlah, pria di atas disebut Mr.X. Hari ini untuk pertama kalinya Mr.X melakukan self-harm, kemudian ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Beberapa hari kemudian, Mr.X mengalami stres berat karena ia baru saja dipecat dari tempatnya bekerja. Kali ini ia melakukan self-harm lagi. Sebulan kemudian, Mr.X sudah mendapat pekerjaan baru namun entah bagaimana pada hari itu ia merasa sangat kesal karena perlakuan bosnya yang terkesan "pilih-pilih" dan terkesan tidak pernah menganggapnya. 

Sampai di rumah, Mr.X ingin sekali meluapkan emosinya. Ia telah merasakan kekesalan dan kesedihan tersebut seminggu lamanya hingga pada saat itu ... boom! Mr.X tak tahan lagi kemudian kembali melakukan self-harm. 

Sebenarnya, Mr.X tahu bahwa bebannya saat ini tidak lebih berat daripada bebannya ketika kehilangan pekerjaan. Namun entah kenapa ia merasa harus melakukan hal itu. Setelah melakukan self-harm, Mr.X merasakan ketenangan--ia merasa bebannya terangkat dan mood-nya membaik.

Pada contoh di atas, Mr.X mengalami beban psikologis, yakni ketidakmampuannya untuk meluapkan emosi. Umumnya, orang akan bercerita kepada orang lain ketika ditimpa suatu masalah. Namun, Mr.X memendamnya. Maka bukannya bercerita, Mr.X meluapkan emosinya dengan melukai dirinya sendiri.

Inilah bahayanya self-harm. Self-harm malah menipu otak sehingga mengubah cara berpikir seseorang secara tidak langsung. Pada percobaan pertama, Mr.X melakukan self-harm kemudian merasa tenang setelahnya. Pada percobaan kedua, Mr.X kembali melakukan hal itu dan ia kembali tenang setelahnya. Pada percobaan ketiga, ia juga melakukan self-harm karena ia merasa harus melakukannya, kemudian ia kembali merasa tenang.

Intensitas yang berulang-ulang antara 'self-harm - perasaan tenang' membuat neurotransmitter di otaknya memiliki kepercayaan,  "Untuk merasa tenang, saya harus self-harm".

Setelah melakukan self-harm, otak mengeluarkan neurotransmitter yang memberi perasaan senang seperti dopamin. Sehingga, self-harm menjadi reward bagi Mr.X karena setelah melakukan self-harm, beban psikologisnya terangkat.

Mr.X melakukan self-harm karena ia mengalami kebingungan atas ketidakmampuannya untuk meluapkan emosi. Meluapkan emosi tidak selalu dalam bentuk marah-marah, ya. Meluapkan emosi bisa berarti mengungkapkan apa yang dirasakan, atau dalam istilah psikologi disebut dengan katarsis.

Semua orang membutuhkan katarsis. Katarsis yang baik adalah bercerita pada orang lain mengenai apa yang dirasakan, apa yang dikhawatirkan, atau apa yang menjadi beban. Sedangkan, katarsis yang tidak baik adalah marah-marah atau melakukan self-harm seperti Mr.X.

Kenapa katarsis yang paling baik adalah bercerita? Pertama, pada dasarnya setiap manusia adalah makhluk sosial. Sehingga, setiap orang memiliki kebutuhan untuk berelasi dengan orang lain, dan berelasi baik dengan orang lain adalah faktor penting yang dapat menentukan sehatnya mental seseorang, lho. Kedua, menceritakan apa yang dirasakan selain dapat mengangkat beban psikologis, juga dapat meningkatkan self-esteem bahwa "saya memiliki teman yang peduli dengan saya". Sehingga ketika suatu saat Anda mengalami beban berat lagi, Anda mempunyai "sandaran", dan Anda tidak akan terlalu terpuruk karena merasa sendiri yang nantinya berujung pada self harm.

Apakah Anda salah satu orang yang melakukan hal tersebut? Jika iya, hentikan sedikit demi sedikit ya. Mulailah ungkapkan apa yang menjadi beban bagi Anda, dan rasakan betapa leganya perasaan Anda setelah itu. 

Semua orang memiliki masalah, dan Anda sah-sah saja untuk merasa terpuruk. Jangan biarkan ketakutan Anda untuk dinilai negatif oleh orang lain menghindarkan Anda untuk bercerita ya. Get it out of your chest and stay strong!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penting: Caregiver Harus Selalu Ada Ketika Bayi Menangis